By Cosgathar
Konsep penjaga gerbang
(gatekeeper) dalam operasional media
massa sesungguhnya telah berkali-kali digunakan dalam studi mengenai porses
komunikasi massa. Galtung dan Ruge bukanlah yang mengawalinya. Sebelumnya Kurt
Lewin (1947) telah melontarkan konsep adanya area gerbang (gate areas), tempat dimana keputusan diambil oleh seseorang
berdasarkan aturan yang diberlakukan oleh penjaga gerbang (gatekeeper). Kurth mengambil contoh pada proses pengambilan
keputusan pembelian keperluan rumah tangga. Setiap informasi yang melewati
saluran (channel) sebelum sampai pada
keputusan selalu melewati gate areas.
Pada area inilah informasi ataupun barang yang tidak sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan oleh gatekeeper
diseleksi. Konsep yang dikemukakan oleh Kurth kemudian diadopsi dan
dikembangkan oleh White (1950) dengan studi mengenai peranan redaktur (editor)
yang menyeleksi kiriman berita melalui telegram (zaman ketika berita dikirim
lewat telegram) pada sebuah surat kabar pedesaan di Amerika. Aktivitas seleksi
tersebut oleh White dianggap sebagai aktivitas utama penjaga gerbang (gatekeeper).
Pengertian Gatekeeping:
”The term gatekeeping has been widely used as a metaphor to describe the
prosses by which selections are made in media work, especially decisions
whether or not to admit a particular news report to pass through the ’gates’ of
a news medium into the news channels” (White 1950; Shoemaker 1991)
Model gatekeeper yang diperkenalkan oleh White
banyak mendapat kritik, karena hanya menempatkan satu orang penjaga gerbang.
Padahal pada kenyataannya operasional sebuah media sangat kompleks. Model White
disempurnakan oleh McNelly dengan memperkenalkan model Aliran Berita (News Flow). McNelly mengambil fakta pada
proses pengiriman berita luar negeri yang disampaikan oleh koresponden luar
negeri kepada radaktur biro regional. Di sini berita mengalami seleksi dan
penyuntingan, sebelum dikirim ke redaktur yang bertempat di biro pusat. Seleksi
dan penyuntingan terjadi lagi. Dari sini berita dikirim ke redaktur biro
tingkat nasional, sebelum akhirnya didistribusikan ke berbagai surat kabar,
radio dan televisi, yang tentunya juga melakukan penyuntingan, sebelum
disampaikan kepada khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa. Gatekeeping itu sendiri merupakan suatu proses pemilahan dan pemilihan terhadap apa
yang layak dan tidak layak, baik dari materi/content, bahasa penyampaian, pemilihan berita, dan sebagainya yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan target audience
atau pembaca dari suatu media (media cetak/radio/televisi dsb). Proses seleksi berita juga
tergantung pada peran para pemasang iklan.
Proses gatekeeping merupakan salah satu elemen
penting dari proses pemberitaan sebuah media, di mana elemen-elemen yang
terkait gatekeeping mendasarkan diri
pada visi dan misi media serta lingkungan social (media need, target audience). Jika proses gatekeeping tidak berjalan dengan baik, maka akan membawa implikasi
baik internal maupun eksternal. Internal berkaitan dengan kredibilitas media, pencapaian
target bisnis, demoralisasi di newsroom.
Eksternal berkaitan dengan kepercayaan audience (oplah/rating), pencapaian
bisnis, masalah hukum. Seseorang yang melakukan proses gatekeeping disebut sebagai gatekeeper,
dimana di setiap media penyebutannya bisa berbeda, misalnya:
·
Media Cetak : reporter, redaktur, redaktur pelaksana, pemimpin redaksi.
·
Radio : reporter, penyiar, program director,
produser, pemimpin redaksi
· Televisi : reporter, camera man,
kordinator peliputan, produser, editor, news
manager, pemimpin redaksi.
Gatekeeper terintegrasi dalam sebuah system newsroom, di mana setiap unsur saling berinteraksi
berdasarkan panduan profesionalisme, etik untuk menyeleksi berita mana yang
layak dan tidak layak untuk diberitakan.
GALTUNG AND RUGE GATEKEEPING MODEL
Model gatekeeping Galtung & Ruge merupakan penyempurnaan dari model White, dengan
mengemukakan sembilan kriteria sebagai “alat saring” dari gatekeeping. World event yang akan disajikan dalam media image ini akan melalui beberapa proses
seleksi dengan menggunakan sembilan kriteria sebagai “pisau analisis” untuk
memilih dan memilah apakah berita tersebut layak atau tidak untuk disajikan
kepada audience.
Sembilan kriteria tersebut adalah
sebagai berikut :
- Jangka waktu
terjadinya peristiwa (timespan). Setiap peristitwa memiliki jangka
waktu kejadian yang berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada yang lambat.
Jangka waktu kejadian ini akan menjadi pertimbangan setiap pengelola media
dengan waktu terbit atau waktu siaran. Misalnya, peristiwa tabrakan mobil
dengan bus yang menewakan seluruh penumpang mobil. Berlangsung dengan cepat
dan penyelesaianya juga cepat. Seluruh korban dievakuasi ke rumah sakit
dan dimakamkan hari itu juga. Peristiwa ini cocok atau menjadi “makanan”
koran harian atau berita televisi. Mungkin sekarang dot com atau situs
berita paling suka dengan berita semacam ini. Sebaliknya, kongres WTO di
Doha, yang berlangsung selama sepekan, lebih cocok diulas di majalah
mingguan.
- Nilai intensitas.
Ini sama artinya dengan magnitude peristiwa, atau nilai besar
kecilnya sebuah peristiwa. Contoh, kecelakaan pesawat Garuda di Yogya yang
menewaskan puluhan orang lebih memiliki magnitude dibandingkan dengan pesawat milik maskapai Sriwijaya
yang tergelincir saat mendarat di bandara.
- Kejernihan.
Sebuah peristiwa yang memiliki data dan fakta yang jelas dan pasti, tidak
ambigu, maka layak menjadi berita.
- Kedekatan dan
relevansi. Semakin dekat sebuah peristiwa dengan nilai, budaya dan
kepentingan yang dimiliki oleh calon khalayak, tentu akan dipilih dan
diolah menjadi berita. Contoh: TKI meninggal di luar negeri.
- Kesesuaian.
Setiap perisitiwa yang sesuai dengan pra-konsepsi atau nilai-nilai standar
yang dimiliki calon khalayak akan dipilih dan diolah menjadi berita.
- Tak terduga.
Peristiwa yang terjadi tanpa diduga banyak orang atau tidak seperti
biasanya terjadi. Misalnya, bom Bali, 9/11, pesawat jatuh.
- Kontinuitas.
Sebuah peristiwa yang memiliki nilai berita tinggi (newsworthy),
pasti akan ditunggu berita selanjutnya (follow up stories).
Misalnya, kasus Ryan penjagal manusia dari Jombang, berita lanjutannya
bermacam-macam.
- Komposisi.
Berhubungan dengan keseimbangan dalam memilih berita berdasarkan lokasi
peristiwanya. Misalnya komposisi berita nasional dengan berita regional.
Kalau Warta Kota pasti banyak berita lokal, karena koran lokal. Kalau
Kompas banyak berita nasionalnya.
- Nilai-nilai
sosial dan budaya khalayak dan penjaga gerbang (redaktur atau pengelola
media), sudah pasti akan mempengaruhi dalam proses seleksi berita.
Hal ini merupakan kelebihan dari
model Galtung & Ruge jika dibandingkan dengan White’s simple gatekeeping model, karena White tidak menjelaskan
mengenai kriteria-kriteria apa saja yang digunakan untuk memilih dan memilah
berita yang akan disajikan.
Ada 3 hipotesis terhadap
penggunaan faktor berita.
1. hipostesis saling menambahkan (additivity
hypothesis), jika sebuah peristiwa memiliki lebih banyak faktor berita,
maka peristiwa itu akan mudah diangkat menjadi berita.
2. Hipotesis saling melengkapi (complementarity
hypothesis). Jika sebuah peristiwa memiliki potensi yang rendah di satu
faktor berita, biasanya akan memiliki tingkat lebih besar di faktor berita yang
lain.
3. Hipotesis pengeluaran (exclusion
hypothesis), sebuah peristiwa yang rendah dalam setiap faktor berita tidak
akan diproduksi menjadi sebuah berita.
KEKURANGAN GALTUNG & RUGE’S MODEL
- Ada 3 (tiga) kritik yang dilontarkan oleh Rosengren (1974) terhadap
model Galtung dan Ruge.
1. Model ini sangat berbasiskan pada
persoalan psikologi dan persepsi tiap penjaga gerbang. Rosengren menyodorkan
pendekatan alternatif dengan lebih memperhitungkan faktor politik dan ekonomi
yang menentukan peliputan berita. Singkatnya, faktor-faktor berita menjadi
tidak utuh jika tidak memperhitungkan situasi hubungan politik dan ekonomi
diantara dua negara.
2. Rosengren beragumen model Galtung
dan Ruge tidak dapat diuji-cobakan, karena hipotesis pertama (additivity hypotheses) dan hipotesis
kedua (complementarity hypotheses)
ternyata bisa diaplikasikan pada setiap kasus.
3. Model ini belum cukup
diuji-cobakan dengan metodologi yang tepat. Karena uji coba yang memuaskan
membutuhkan referensi data media yang lebih banyak, bukti-bukti lain seperti
variabel politik dan ekonomi dan pengetahuan tentang realitas peristiwa yang
bisa dan tidak diliput.
- Fenomena penyajian berita di media internet yang berkembang pesat
dewasa ini, menunjukkan bahwa 9 new
factor yang dikemukakan oleh Galtung & Ruge tidak sejalan dengan
fenomena yang ada. Pada era internet semua berita (news) meskipun tetap melalui proses penyaringan dari gatekeeper namun terkadang tidak
menggunakan 9 news factor yang
dikembangkan oleh Galtung & Ruge. Media internet lebih mementingkan
kecepatan dan aktualitas (immediacy)
sehingga ada peluang akurasi kurang diperhatikan. Karena media internet
dengan “siklus berita“-nya (news cycle)
yang bersifat 24 hours a day 7 days
a week menyebabkan para jurnalis/pencari berita dituntut untuk selalu
menghasilkan berita meskipun sudah tidak ada lagi yang perlu diberitakan,
sehingga berita yang dihasilkan (karena tuntutan tersebut) jauh dari
keteraturan struktur dan perencanaan. Seperti yang dikemukakan oleh Marris
and Thornham (1996), “The evolution
of the twenty-four hour news cycle puts pressure on journalists to
constantly produce news even when there may be none, far from being
spontaneous and unanticipated, news is meticulously planned and structured”.
Intinya media internet
menekankan pada kuantitas berita daripada objektifitasnya.
- Shoemaker (1991) memandang gatekeeping
lebih dari sekadar persoalan psikologis individu, melainkan pada aspek
peran pemasang iklan, public
relation, kelompok penekan, dan manajer berita. Aspek-aspek di atas
tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi saling berkombinasi.
KESIMPULAN
- Galtung &
Ruge model dalam beberapa hal benar, namun model Galtung & Ruge lebih
menekankan pada psikologis individu (lebih subjektif).
- Beberapa ahli lain seperti Rosengren dan Shoemaker memasukkan
faktor-faktor politik dan ekonomi.
- Tingkat pengaruh dari faktor-faktor politik dan ekonomi sangat
tergantung pada kondisi waktu dan situasi pada saat peistiwa itu terjadi.
- 9 news factor dari Galtung
& Ruge kurang relevan dengan media internet, karena media internet
lebih menekankan pada kuantitas berita daripada objektifitas, meskipun
tetap melalui proses pemilihan dan pemilihan oleh gatekeeper.
Maaf mau tanya,ini sumbernya dari buku apa ya?
BalasHapusMaaf mau tanya,ini sumbernya dari buku apa ya?
BalasHapus