Senin, 03 Agustus 2015

SEPUTAR GATEKEEPING THEORY




By Cosgathar


Konsep penjaga gerbang (gatekeeper) dalam operasional media massa sesungguhnya telah berkali-kali digunakan dalam studi mengenai porses komunikasi massa. Galtung dan Ruge bukanlah yang mengawalinya. Sebelumnya Kurt Lewin (1947) telah melontarkan konsep adanya area gerbang (gate areas), tempat dimana keputusan diambil oleh seseorang berdasarkan aturan yang diberlakukan oleh penjaga gerbang (gatekeeper). Kurth mengambil contoh pada proses pengambilan keputusan pembelian keperluan rumah tangga. Setiap informasi yang melewati saluran (channel) sebelum sampai pada keputusan selalu melewati gate areas. Pada area inilah informasi ataupun barang yang tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh gatekeeper diseleksi. Konsep yang dikemukakan oleh Kurth kemudian diadopsi dan dikembangkan oleh White (1950) dengan studi mengenai peranan redaktur (editor) yang menyeleksi kiriman berita melalui telegram (zaman ketika berita dikirim lewat telegram) pada sebuah surat kabar pedesaan di Amerika. Aktivitas seleksi tersebut oleh White dianggap sebagai aktivitas utama penjaga gerbang (gatekeeper).

Pengertian Gatekeeping:
”The term gatekeeping has been widely used as a metaphor to describe the prosses by which selections are made in media work, especially decisions whether or not to admit a particular news report to pass through the ’gates’ of a news medium into the news channels” (White 1950; Shoemaker 1991)

Model gatekeeper yang diperkenalkan oleh White banyak mendapat kritik, karena hanya menempatkan satu orang penjaga gerbang. Padahal pada kenyataannya operasional sebuah media sangat kompleks. Model White disempurnakan oleh McNelly dengan memperkenalkan model Aliran Berita (News Flow). McNelly mengambil fakta pada proses pengiriman berita luar negeri yang disampaikan oleh koresponden luar negeri kepada radaktur biro regional. Di sini berita mengalami seleksi dan penyuntingan, sebelum dikirim ke redaktur yang bertempat di biro pusat. Seleksi dan penyuntingan terjadi lagi. Dari sini berita dikirim ke redaktur biro tingkat nasional, sebelum akhirnya didistribusikan ke berbagai surat kabar, radio dan televisi, yang tentunya juga melakukan penyuntingan, sebelum disampaikan kepada khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa. Gatekeeping itu sendiri merupakan suatu proses pemilahan dan pemilihan terhadap apa yang layak dan tidak layak, baik dari materi/content, bahasa penyampaian, pemilihan berita, dan sebagainya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan target audience atau pembaca dari suatu media (media cetak/radio/televisi dsb). Proses seleksi berita juga tergantung pada peran para pemasang iklan.
Proses gatekeeping merupakan salah satu elemen penting dari proses pemberitaan sebuah media, di mana elemen-elemen yang terkait gatekeeping mendasarkan diri pada visi dan misi media serta lingkungan social (media need, target audience). Jika proses gatekeeping tidak berjalan dengan baik, maka akan membawa implikasi baik internal maupun eksternal. Internal berkaitan dengan kredibilitas media, pencapaian target bisnis, demoralisasi di newsroom. Eksternal berkaitan dengan kepercayaan audience (oplah/rating), pencapaian bisnis, masalah hukum. Seseorang yang melakukan proses gatekeeping disebut sebagai gatekeeper, dimana di setiap media penyebutannya bisa berbeda, misalnya:
·       Media Cetak : reporter, redaktur, redaktur pelaksana, pemimpin redaksi.
·       Radio : reporter, penyiar, program director, produser, pemimpin redaksi
·  Televisi : reporter, camera man, kordinator peliputan, produser, editor, news manager, pemimpin redaksi.

Gatekeeper terintegrasi dalam sebuah system newsroom, di mana setiap unsur saling berinteraksi berdasarkan panduan profesionalisme, etik untuk menyeleksi berita mana yang layak dan tidak layak untuk diberitakan.


GALTUNG AND RUGE GATEKEEPING MODEL

Model gatekeeping Galtung & Ruge merupakan penyempurnaan dari model White, dengan mengemukakan sembilan kriteria sebagai “alat saring” dari gatekeepingWorld event yang akan disajikan dalam media image ini akan melalui beberapa proses seleksi dengan menggunakan sembilan kriteria sebagai “pisau analisis” untuk memilih dan memilah apakah berita tersebut layak atau tidak untuk disajikan kepada audience.
Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Jangka waktu terjadinya peristiwa (timespan). Setiap peristitwa memiliki jangka waktu kejadian yang berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Jangka waktu kejadian ini akan menjadi pertimbangan setiap pengelola media dengan waktu terbit atau waktu siaran. Misalnya, peristiwa tabrakan mobil dengan bus yang menewakan seluruh penumpang mobil. Berlangsung dengan cepat dan penyelesaianya juga cepat. Seluruh korban dievakuasi ke rumah sakit dan dimakamkan hari itu juga. Peristiwa ini cocok atau menjadi “makanan” koran harian atau berita televisi. Mungkin sekarang dot com atau situs berita paling suka dengan berita semacam ini. Sebaliknya, kongres WTO di Doha, yang berlangsung selama sepekan, lebih cocok diulas di majalah mingguan.
  2. Nilai intensitas. Ini sama artinya dengan magnitude peristiwa, atau nilai besar kecilnya sebuah peristiwa. Contoh, kecelakaan pesawat Garuda di Yogya yang menewaskan puluhan orang lebih memiliki magnitude dibandingkan dengan pesawat milik maskapai Sriwijaya yang tergelincir saat mendarat di bandara.
  3. Kejernihan. Sebuah peristiwa yang memiliki data dan fakta yang jelas dan pasti, tidak ambigu, maka layak menjadi berita.
  4. Kedekatan dan relevansi. Semakin dekat sebuah peristiwa dengan nilai, budaya dan kepentingan yang dimiliki oleh calon khalayak, tentu akan dipilih dan diolah menjadi berita. Contoh: TKI meninggal di luar negeri.
  5. Kesesuaian. Setiap perisitiwa yang sesuai dengan pra-konsepsi atau nilai-nilai standar yang dimiliki calon khalayak akan dipilih dan diolah menjadi berita.
  6. Tak terduga. Peristiwa yang terjadi tanpa diduga banyak orang atau tidak seperti biasanya terjadi. Misalnya, bom Bali, 9/11, pesawat jatuh.
  7. Kontinuitas. Sebuah peristiwa yang memiliki nilai berita tinggi (newsworthy), pasti akan ditunggu berita selanjutnya (follow up stories). Misalnya, kasus Ryan penjagal manusia dari Jombang, berita lanjutannya bermacam-macam.
  8. Komposisi. Berhubungan dengan keseimbangan dalam memilih berita berdasarkan lokasi peristiwanya. Misalnya komposisi berita nasional dengan berita regional. Kalau Warta Kota pasti banyak berita lokal, karena koran lokal. Kalau Kompas banyak berita nasionalnya.
  9. Nilai-nilai sosial dan budaya khalayak dan penjaga gerbang (redaktur atau pengelola media), sudah pasti akan mempengaruhi dalam proses seleksi berita.

Hal ini merupakan kelebihan dari model Galtung & Ruge jika dibandingkan dengan White’s simple gatekeeping model, karena White tidak menjelaskan mengenai kriteria-kriteria apa saja yang digunakan untuk memilih dan memilah berita yang akan disajikan.




Ada 3 hipotesis terhadap penggunaan faktor berita.
1.    hipostesis saling menambahkan (additivity hypothesis), jika sebuah peristiwa memiliki lebih banyak faktor berita, maka peristiwa itu akan mudah diangkat menjadi berita.
2.    Hipotesis saling melengkapi (complementarity hypothesis). Jika sebuah peristiwa memiliki potensi yang rendah di satu faktor berita, biasanya akan memiliki tingkat lebih besar di faktor berita yang lain.
3.    Hipotesis pengeluaran (exclusion hypothesis), sebuah peristiwa yang rendah dalam setiap faktor berita tidak akan diproduksi menjadi sebuah berita.

KEKURANGAN GALTUNG & RUGE’S MODEL

  • Ada 3 (tiga) kritik yang dilontarkan oleh Rosengren (1974) terhadap model Galtung dan Ruge.
1.    Model ini sangat berbasiskan pada persoalan psikologi dan persepsi tiap penjaga gerbang. Rosengren menyodorkan pendekatan alternatif dengan lebih memperhitungkan faktor politik dan ekonomi yang menentukan peliputan berita. Singkatnya, faktor-faktor berita menjadi tidak utuh jika tidak memperhitungkan situasi hubungan politik dan ekonomi diantara dua negara.
2.    Rosengren beragumen model Galtung dan Ruge tidak dapat diuji-cobakan, karena hipotesis pertama (additivity hypotheses) dan hipotesis kedua (complementarity hypotheses) ternyata bisa diaplikasikan pada setiap kasus.
3.    Model ini belum cukup diuji-cobakan dengan metodologi yang tepat. Karena uji coba yang memuaskan membutuhkan referensi data media yang lebih banyak, bukti-bukti lain seperti variabel politik dan ekonomi dan pengetahuan tentang realitas peristiwa yang bisa dan tidak diliput.

  • Fenomena penyajian berita di media internet yang berkembang pesat dewasa ini, menunjukkan bahwa 9 new factor yang dikemukakan oleh Galtung & Ruge tidak sejalan dengan fenomena yang ada. Pada era internet semua berita (news) meskipun tetap melalui proses penyaringan dari gatekeeper namun terkadang tidak menggunakan 9 news factor yang dikembangkan oleh Galtung & Ruge. Media internet lebih mementingkan kecepatan dan aktualitas (immediacy) sehingga ada peluang akurasi kurang diperhatikan. Karena media internet dengan “siklus berita“-nya (news cycle) yang bersifat 24 hours a day 7 days a week menyebabkan para jurnalis/pencari berita dituntut untuk selalu menghasilkan berita meskipun sudah tidak ada lagi yang perlu diberitakan, sehingga berita yang dihasilkan (karena tuntutan tersebut) jauh dari keteraturan struktur dan perencanaan. Seperti yang dikemukakan oleh Marris and Thornham (1996), “The evolution of the twenty-four hour news cycle puts pressure on journalists to constantly produce news even when there may be none, far from being spontaneous and unanticipated, news is meticulously planned and structured”.
Intinya media internet menekankan pada kuantitas berita daripada objektifitasnya.

  • Shoemaker (1991) memandang gatekeeping lebih dari sekadar persoalan psikologis individu, melainkan pada aspek peran pemasang iklan, public relation, kelompok penekan, dan manajer berita. Aspek-aspek di atas tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi saling berkombinasi.

KESIMPULAN


  • Galtung & Ruge model dalam beberapa hal benar, namun model Galtung & Ruge lebih menekankan pada psikologis individu (lebih subjektif).
  • Beberapa ahli lain seperti Rosengren dan Shoemaker memasukkan faktor-faktor politik dan ekonomi.
  • Tingkat pengaruh dari faktor-faktor politik dan ekonomi sangat tergantung pada kondisi waktu dan situasi pada saat peistiwa itu terjadi.
  • 9 news factor dari Galtung & Ruge kurang relevan dengan media internet, karena media internet lebih menekankan pada kuantitas berita daripada objektifitas, meskipun tetap melalui proses pemilihan dan pemilihan oleh gatekeeper

2 komentar: