By Cosgathar
A. Definisi Komunikasi
Istilah 'komunikasi' adalah istilah
yang sangat akrab di telinga kuta. Tapi
untuk memahami komunikasi ternyata tidak semudah kita membaca atau
melafalkannya. Komunikasi mengandung begitu banyak dimensi dan pemahaman yang
masing-masing memberikan perfektif yang bisa saja berbeda satu sama lain.
Dalam segala tatarannya, komunikasi
tidak segampang yang diperkirakan karena
di dalam pengertian komunikasi terdapat
kompleksitas gagasan dan pemahan yang berimplikasi pada teori dan
metodologi. Sama rumitnya dengan cara
kita memahami manusia. Sebagai sebuah sistem dalam pengertian luas, tubuh manusia yang disebut sebagai
sekumpulan jaringan-jaringan urat syaraf yang saling berhubungan satu sama lain
dan saling tergantung satu sama lainnya.Kesemuanya
tidak dapat terpisah antara satu dengan yang lainnya, bahkan bisa membatasi
antara satu dengan yang lainnya. Kompleksitas hubungan antar jaringan dan
sistem dalam tubuh manusia yang demikian ini sedikit menggambarkan pemaknaan
atau pendefinisian komunikasi.
Mendefiniskan komunikasi ternyata tidaklah semudah yang
diperkirakan. Stephen W. Little John mengatakan: Communication is difficult to define. The word is abstract and, like
most terms, posses numerous meanings (Komunikasi sulit untuk didefinisikan.
Kata 'komunikasi' bersifat abstrak, seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak
arti). Kesulitan utamanya adalah dalam mendefinisikan kata 'komunikasi'. Kata kerja 'to
communicate' (berkomunikasi) sudah sangat mapan sebagai kosa kata yang
sangat umum dan karenanya tidak mudah ditangkap maknanya untuk keperluan
ilmiah. Dalam bahasa Indonesia maupun Bahasa
Ingris, kata komunikasi adalah kata yang sangat sering atai familier digunakan
dalam percakapan maupun kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebakan para ahli
kesulitan untuk membangun sebuah definisi tunggal sehingga mengurangi kesalahan
atau penyimpangan pemahaman.
Komunikasi sering diartikan sebagai berbicara dengan orang lain, berita di koran,
kritik sastra, diskusi ilmilah di ruang kelas, senyuman, ciuman, lambaian
tangan, jeritan, sampai gaya potongan rambut dan masih banyak arti lainnya.
Daftar panjang ini seperti tidak ada batasnya, tak ada habis-habisnya. Pemaknaan yang sedemikian
luas dari istilah komunikasi inilah yang potensial membingungkan kita saat
mencoba mendefinisikan komunikasi. Apakah istilah komunikasi memiliki batasan
arti? Bagaimana mendefinisikan komunikasi? Apakah segalanya adalah komunikasi?
(Ruben dan Steward, 2006: 12; Fiske, 2004: 7).
Kalau begitu, bagaimana sebenarnya definisi dari komunikasi? Pada
tahun 1970, Frank Dance melakukan terobosan penting untuk memberikan “pagar” terhadap pengertian komunikasi. Ia mengklasifikasikan
teori-teori komunikasi berdasarkan sifat-sifatnya. Dance mengajukan sejumlah
elemen dasar yang digunakan untuk membedakan komunikasi. Ia menemukan tiga hal
yang disebutnya dengan 'diferensiasi konseptual kritis' (critical conceptual differentiation) yang membentuk dimensi dasar
teori komunikasi yang terdiri atas: 1) dimensi level observasi; 2) dimensi
kesengajaan; dan 3) dimensi penilaian normatif.
Pertama, diimensi level observasi (level of
observation), Dance melihat bahwa
beberapa definisi mengenai komunikasi bersifat sangat luas (inclusive) sedangkan definisi lainnya bersifat terbatas. Ia
mencontohkan, definisi komunikasi yang menyatakan komunikasi adalah: the process that links discontinous parts of
the living world to one another (proses yang menghubungkan bagian-bagian
terputus dari dunia hidup satu sama lainnya) dinilai sebagai definisi yang
terlalu umum atau luas. Sebaliknya definisi yang menyatakan, communication as the means of sending military
messages, orders etc, as by telephone, telegraph, radio, couriers
(komunikasi adalah alat untuk mengirim pesan militer, perintah dan sebagainya
melalui telepon, telegraf, radio, kurir) sebagai definisi yang terlalu sempit.
Kedua, dimensi kesengajaan
(intentionality).Dance melihat bahwa sebagian definisi mengenai komunikasi
yang dikemukakan para ahli hanya memasukkan faktor pengiriman dan penerimaan pesan
yang memiliki kesengajaan maksud tertentu
(purposeful); sementara definisi lain tidak memasukkan batasan ini. Ia
mencontohkan, komunikasi adalah those
situations in which a source transmits a message to a receiver with conscious
intent to affect the latter's behaviors (situasi dimana sumber mengirimkan
pesan kepada penerima dengan sengaja untuk mempengaruhi tingkah laku penerima).
Sedangkan definisi yang tidak memerlukan kesengajaan atau maksud tertentu
misalnya: It is a process that makes
common to two or several what was the monopoly of one or some. Jadi, sebagian
definisi hanya memasukkan tindakan yang disengaja sebagai komunikasi, sebagian
lagi tidak.
Ketiga, dimensi penilaian normatif(normative judgement). Sebagian definisi
mengenai komunikasi memasukkan pernyataan keberhasilan atau keakuratan (accuracy) sedangkan definisi lainnya
tidak memiliki penilaian implisit semacam itu. Ia mencontohkan, Communication is the verbal interchange of a
thought or idea(Komunikasi adalah pertukaran verbal dari pemikiran dan
gagasan). Ini merupakan asumsi Dance bahwa proses komunikasi selalu berakhir
dengan kesuksesan. Hal lainnya ia mencontohkan Communication is the transmission of information (komunikasi adalah
pengiriman informasi). Di sini, Dance tidak menilai hasil komunikasi itu akan
berhasil atau tidak. Jadi pada dimensi penilaian normatif, Dance memasukkan
satu penilaian normatif atas komunikasi. Misalnya, akurasi dan efisensi
pengiriman pesan, sampai pemahaman pesan (Littlejohn, 2002: 6-7).
Frank Dance berhasil mengumpulkan
126 definisi atas komunikasi (Ruben dan Stewart, 2006 : 13). Sementara, Ruben dan Stewart mengemukanan karakteristik yang fundamental dari komunikasi
yaitu: (1) komunikasi itu proses, (2) komunikasi itu adalah sesuatu yang
esensial bagi kehidupan individu, relasi, kelompok, organisasi dan masyarakat,
(3) komunikasi melibatkan tindakan merespon dan membuat pesan dan
mentransformasikan pesan menjadi satu informasi yang bisa dipakai, (4)
komunikasi melibatkan tindakan beradaptasi dengan manusia lain dan lingkungan.
Melalui kombinasi empat karakteristik fundamental itu,Ruben
hendak menawarkan satu definisi yang dirasa cukup memadai atas komunikasi
yaitu: human communication is the process
through which individuals in relationships, groups, organizations, and societes
create and use information to relate to the environment and one another
(komunikasi manusia adalah satu proses yang melaluinya individu dalam
relasi-relasi, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan dan memakai
informasi untuk berhubungan dengan lingkungan dan orang lain) (Ruben dan
Stewart, 2006 : 14-17).
B. Perilaku Komunikasi
Little John melihat terdapat
berbagai maca kelompok perilaku yang bisa membantu kita dalam mendefinisikan
komunikasi. Ia menyebut sembilan perilaku yang bisa dipertimbangkan dalam
mendefinisikan komunikasi, antara lain: nonperceived
symptomatic behaviour yaitu pesan
berupa gejala fisik yang tak disengaja –seperti menguap; yang tak diterima
penerima;incidenttally perceived symptoms
yaitu pesan berupa gejala fisik tak
disengaja tetapi diterima penerima walaupun diacuhkan;symptom attended to yaitu pesan
berupa gejala fisik yang tak disengaja dan diterima oleh penerima kemudian
direspon,; nonperceived nonverbal messageyaitu
pesan nonverbal yang dikirim dengan sengaja, tetapi tidak diterima;incidental nonverbal messageyaitu pesan yang
dikirim dengan sengaja, diterima tetapi diacuhkan, nonverbal messages attended toyaitu pesan nonverbal yang dikirim
dengan sengaja dan direspon;nonperceived
verbal messages yaitu pesan verbal yang dikirimdengan sengaja, tetapi tidak
diterima;incidental verbal message yaknipesan
verbal yang dikirimkan dengan sengaja, diterima tetapi diacukan; dan verbal messages attended to yaitu pesan
verbal yang dikirim dengan sengaja, diterima dan direspon dengan sengaja.
Untuk bisa menggolongkan perilaku
mana saja yang termasuk komunikasi, dapat dilakukan dengan menjawab dua
pertanyaan pemandu berikut ini: (1) Haruskah komunikasi dilakukan dengan
sengaja? (2) Haruskah pesan komunikasi ditangkap penerima? (Littlejohn, 2002:
7-9). Michel Motley (1990) menyatakan
bahwa komunikasi adalah proses pengiriman pesan yang disengaja dan selama pesan
itu dapat diterima (incidental nonverbal message,
nonverbal messages attended to, incidental verbal message, dan verbal messages
attended to). Pandangan Motley ini dikenal dengan “the sender-receiver models”.
Peter Andersen (1991) menyatakan
bahwa setiap perilaku yang bisa dimaknai oleh penerima harus digolongkan
kedalam komunikasi tanpa memperdulikan kesengajaan pengirim (incidenttally
perceived symptoms, incidental nonverbal message, incidental verbal message, symptom
attended to, nonverbal messages attended
to,verbal messages attended to). Pendapat
Andersen ini dikenal dengan sebutan “the
receiver models”.
Sedangkan Theodore Clevenger, Jr (1991) menyatakan sepaham dengan pendekatan Motley
bahwa hanya pengiriman pesan yang disengajalah yang tergolong komunikasi. Namun
demikian ia menilai bahwa kesengajaan sulit untuk diketahui sehingga ia
menyarankan agar semua pengiriman baik yang disengaja maupun tidak, selama
pesanyang dikirim masih diterima, dapat digolongkan sebagai komunikasi (nonperceived
nonverbal message, nonperceived verbal messages, incidenttally
perceived symptoms, incidental nonverbal message, incidental
verbal message, symptom attended to, nonverbal
messages attended to, verbal messages attended to). Pendapat Clevenger ini disebut“the communication behaviour models”.
Dari pemikiran tiga pakar tersebut,
Littlejohn mensintesakanya dalam sebuah penyataan bahwa semua perilaku yang
disengaja dapat digolongkan sebagai komunikasi. Tapi, ia melihat masih ada
perbedaan pendapat tentang perilaku lain lagi yang mana yang dapat digolongkan
sebagai komunikasi. Mempertimbangkan sedemikian luasnya komunikasi, serta
sedemikian pentingnya definisi komunikasi bagi riset komunikasi, maka
Littlejohn dalam hal ini kemudian bersepakat dengan Dance bahwa diperlukan
lebih dari satu definisi atas komunikasi melainkan sekumpulan konsep
(Littlejohn, 2002: 8-9).
C.
Types Of Scholarship
Terdapat begitu banyak teori dalam
bidang komunikasi. Robert T Craig, (profesor komunikasi dari University of
Colorado) berpendapat bahwa bidang
komunikasi tidak akan tersatukan dengan
menyatukan teori atau teori-teori karena teori-teori selalu merefleksikan
betapa majemuknya ide-ide praktis tentang komunikasi dalam hidup sehari-hari. Maka
yang dilakukan seharusnya bukan mencari satu model standar atau baku melainkan
mencari satu bentuk koherensi berdasarkan pada; (1) pemahaman bersama atas
persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan atau titik ketegangan antara
teori-teori dan (2) suatu komitmen bersama untuk mengatur ketegangan itu lewat
dialog.
Untuk memenuhi dua persyaratan tersebut sehingga teori komunikasi bisa menjadi satu bidang adalah
dengan metamodel (model atas model) dan
metadiscourse atau wacanamengenai wacana). Sebagai premis dasar metamodel,
Craig mengatakan bahwa komunikasi itu membentuk realitas. Komunikasi merupakan proses
primer dimana kehidupan manusia dialami. Sedangkan untuk metadiscourse-nya, Craig
menjelaskan bahwa teori komunikasi merupakan bentuk komunikasi yang ”menjelaskan
komunikasi”.
Menurut Craig, terdapat tujuh pijakan tradisiyang bisa digunakan untuk
mengkaji dan sekaligus menjadi bahan kajian terkait dengan komunikasi yaitu: Pertama, tradisi retoris yang memandang
komunikasi sebagai seni keterampilan yang bisa dievaluasi dan dikembangkan. Terdapat enam keistimewaan karakteristik yang
berpengaruh pada tradisi komunikasi retorika, yaitu : (1) sebuah keyakinan yang
membedakan manusia dengan hewan dalam kemampuan berbicara, (2) sebuah
kepercayaan diri dalam berbicara didepan umum dalam sebuah forum demokrasi, (3)
sebuah keadaan dimana seorang pembicara mencoba mempengaruhi audiens melalui
pidato persuasif yang jelas, (4) pelatihan kecakapan berpidato adalah landasan
dasar pendidikan kepemimpinan, (5) sebuah tekanan pada kekuasaan dan keindahan
bahasa untuk merubah emosi orang dan menggerakkannya dalam aksi, dan (6) pidato
persuasi adalah bidang wewenang dari laki-laki.
Kedua,tradisi
semiotik yang fokus pada tanda-tanda dan simbol-simbol serta bagaimana tanda-tanda
itu membangkitkan makna. Tanda adalah sesuatu yang dapat memberikan petunjuk
atas sesuatu. Kata juga merupakan tanda, akan tetapi jenisnya spesial. Mereka disebut
dengan simbol. Banyak teori dari tradisi semiotika yang mencoba menjelaskan dan
mengurangi kesalahpahaman yang tercipta karena penggunaan simbol yang bermakna
ambigu. Ambiguitas adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan dalam bahasa,
dalam hal ini komunikator dapat terbawa dalam sebuah pembicaraan dalam suatu
hal akan tetapi masing-masing memiliki interpretasi yang berbeda akan suatu hal
yang sedang dibicarakan tersebut. Tradisi ini memperhatikan bagaimana tanda
memediasi makna dan bagaimana penggunaan tanda tersebut untuk menghindari
kesalahpahaman, daripada bagaimana cara membuat tanda tersebut.
Ketiga,Tradisi
fenomenologis yang berkonsentrasi pada pengalaman personal sehingga memandang
komunikasi sebagai pertukaran pengalaman personal melalui dialog.Tradisi
fenomenologi menekankan pada persepsi orang dan interpretasi setiap orang
secara subjektif tentang pengalamannya. Para fenomenologist menganggap bahwa
cerita pribadi setiap orang adalah lebih penting dan lebih berwenang daripada
beberapa hipotesis penelitian atau aksioma komunikasi. Akan tetapi kemudian
timbul masalah dimana tidak ada dua orang yang memiliki kisah hidup yang sama.
Keempat,tradisi
sibernetik yang memandang komunikasi sebagai pemprosesan informasi. Tradisi
sibernetika memandang komunikasi sebagai mata rantai untuk menghubungkan
bagian-bagian yang terpisah dalam suatu sistem. sibernetika mencari jawaban
atas pertanyaan “How can we get the bugs out of this system?”
Ide komunikasi untuk memproses
informasi dikuatkan oleh Claude Shannon dengan penelitiannya pada perusahaan
Bell Telephone Company. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa informasi
hilang pada setiap tahapan yang dilalui dalam proses penyampain pesan kepada
penerima pesan. Sehingga pesan yang diterima berbeda dari apa yang dikirim pada
awalnya. Bagi Shannon, informasi adalah sarana untuk mengurangi ketidakpastian.
Tujuan dari teori informasi adalah untuk memksimalkan jumlah informasi yang
ditampung oleh suatu sitem. Dalam hal ini, gangguan (noise) mengurangi jumlah
kapasitas informasi yang dapat dimuat dalam suatu sistem.Shannonmendeskripsikan
hubungan antara informasi, gangguan (noise) dan kapasitas sistem dengan
persamaan sederhana, yaitu : kapasitas sistem = informasi + gangguan (noise).
Kelima,tradisi
sosiopsikologis yang berkonsentrasi pada aspek-aspek komunikasi seperti ekpresi,
interaksi dan pengaruh. Tradisi sosio-psikologi merupakan contoh dari
perspektif ilmiah atau objektif. Dalam tradisi ini, kebenaran komunikasi dapat
ditemukan dengan dapat ditemukan dengan teliti – penelitian yang sistematis.
Tradisi ini melihat hubungan sebab dan akibat dalam memprediksi berhasil
tidaknya perilaku komunikasi. Carl Hovland dari Universitas Yale meletakkan
dasar-dasar dari hal data empiris yang mengenai hubungan antara rangsangan
komunikasi, kecenderungan audiens dan perubahan pemikiran dan untuk menyediakan
sebuah kerangka awal untuk mendasari teori. Tradisi sosio-psikologi adalah
jalan untuk menjawab pertanyaan “What can I do to get them change?”
Keenam,tradisi
sosiokultural yang menjadikan tatanan sosial sebagai fokus mereka dan memandang
komunikasi sebagai perekat masyarakat. Tradisi sosio-kultural berdasar pada
premis orang berbicara, mereka membuat dan menghasilkan kebudayaan. Kebanyakan
dari kita berasumsi bahwa kata adalah refleksi atas apa yang benar ada. Cara
pandang kita sangat kuatdibentuk oleh bahasa (language) yang kita gunakan sejak
balita.
Kita sudah mengetahui bahwa tradisi
semiotika kebanyakan kata tidak memiliki kepentingan atau keterikatan logis
dengan ide yang mereka representasikan. Paraahli bahasa dalam tradisi
sosio-kultural menyatakan bahwa para pengguna bahasa mendiami dunia yang
berbeda. Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorfdari University of Chicago
adalah pelopor tradisi sosio-kultural. Dalam hipotesis penelitian mereka,
linguistik adalah bagian dari struktur bentuk bahasa budaya yang berdasarkan
apa yang orang pikirkan dan lakukan. Dunia nyata terlalu luas dan secara tidak
sadar terbentuk pada bahasa kebiasaan (habits) dari kelompok. Teori linguistik
ini berlawanan dengan asumsi bahwa semua bahasa itu sama dan kata hanya sarana
netral untuk membawa makna. Bahasa sebenarnya adalah struktur dari persepsi
kita akan realitas. Teori dalam tradisi ini mengklaim bahwa komunikasi adalah
hasil produksi, memelihara, memperbaiki dan perubahan dari realitas. Dalam hal
ini, tradisi sosio-kultural menawarkan membantu dalam menjembatani jurang
pemisah budaya antara “kita” dan “mereka”.
Ketujuh, tradisi
kritis yang cenderung memandangkomunikasi sebagai pengaturan sosial dari
kekuasaan dan penindasan yang merespon persoalan-persoalan ideologi, kekuasaan,
dan dominasi. Tradisi kritis muncul di Frankfurt School Jerman, yang sangat
terpengaruh dengan Karl marx dalam mengkritisi masyarakat. Dalam penelitian
yang dilakukan Frankfurt School, dilakukan analisa pada ketidaksesuaian antara
nilai-nilai kebebasan dalam masyarakat liberal dengan persamaan hak seorang
pemimpin menyatakan dirinya dan memperhatikan ketidakadilan serta
penyalahgunaan wewenang yang membuat nilai-nilai tersebut hanya menjadi isapan
jempol belaka. Kritik ini sangat tidak mentolelir adanya pembicaraan negatif
atau akhir yang pesimistis.
Teori-teori dalam tradisi kritis
secara konsisten menentang tiga keistimewaan dari masyarakat sekarang, yaitu:
(1) mengendalikan bahasa untuk mengabadikan ketidakseimbangan wewenang atau
kekuasaan, (2) peran media dalam mengurangi kepekaan terhadap penindasan, dan
(3) mengaburkan kepercayaan pada metode ilmiah dan penerimaan atas penemuan
data empiris yang tanpa kritik. (Littlejohn, 2002: 12-14)
D. Metateori Sebagai Sebuah Analisa
Metateori
dalam sebuah analisa pada hakekatnya adalah mengajukan sejumlah pertanyaan
menyangkut sebuah teori, yakni apa yang dibahas, bagaimana pengamatan dilakukan
dan bagaimana suatu teori terbentuk. Dengan kata lain, metateori adalah teori
dari sebuah teori. Metateori, sebagai istilah
menyatakan secara tidak langsung, teori tentang teori. Itu adalah, perbandingan
metateoritis melibatkan komitmen-komitmen filosofis pada isu-isu seperti aspek
apa dari dunia sosial yang dapat dan harus kita teorikan, bagaimana peneorian
harus diproses, apa yang harus kita hitung sebagai pengetahuan tentang dunia
sosial, dan bagaimana teori harus digunakan untuk membimbing tindakan sosial.
Metateori mendeskripsikan dan menjelaskan
persamaan-persamaan serta perbedaan-perbedaan yang ada diantara teori-teori
dengan memakai tiga tema besar yaitu:pertama,
epistemologi yang membahas tentang pengetahuan yang benar dan cara
mendapatkannya.Studi epistemologi dengan filsafat
meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang penciptaan dan pertumbuhan dari
pengetahuan. Fondasi-fondasi epistomologis meliputi sebuah ide teoretis tentang
apa pengetahuan dan bagaimana pengetahuan dapat disusun dalam dunia sosial.
Menurut objektivis, pengetahuan harus terdiri dari pernyataan kausal tentang
dunia sosial dan harus dihasilkan melalui usaha dari sebuah komunitas ilmuwan
menggunakan metode-metode ilmiah yang ditetapkan.
Sedangkan menurut
subjektivis, pengetahuan disituasikan dengan keadaan lokal dan dengan demikian
harus diperoleh melalui pengalaman atau melalui interaksi yang dikembangkan
dengan orang-orang yang mengerti.
Kedua,ontologi (tentang
eksistensi). Studi ontologi dengan filsafat meliputi
penyelidikan-penyelidikan menuju hakikat keberadaan. Dalam diskusi-diskusi
dengan penelitian sosial, pertanyaan-pertanyaan dari ontologi meliputi isu-isu
seperti “Apa hakikat dari realitas?” dan “Apa hakikat dari hal yang dapat
diketahui?” Dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan dari ontologi mencari
hakikat dari fenomena yang kita cari dalam ilmu pengetahuan dan apa yang kita
teorikan.
Sebuah isu metateoritis
sentral adalah satu pendirian ontologi diambil dengan memperhatikan dunia
sosial. Sebuah ontologi teoris sosial bisa menjadi realistis dengan
memposisikan sebuah realitas yang sukar dan solid dari objek-objek ilmu alam
dan sosial. Atau sebuah pendirian teoris bisa menjadi nominalist dalam
mengusulkan bahwa realitas entitas sosial hanya dalam nama dan label yang kita
sediakan untuk mereka. Atau sebuah pendirian teoris bisa menjadi konstruksi
sosial dalam menekankan jalan-jalan/cara-cara dalam
pengertian-pengertian/arti-arti sosial diciptakan melalui interaksi historis
dan kontemporer dan tata cara dalam
pengkonstruksian sosial memungkinkan dan memaksa kelakuan kita yang
selanjutnya.
Danketiga, aksiologi (tentang nilai-nilai).Axiologi
yakni cabang filsafat yang mengkaji tentang nilai. Ada tiga posisi pada
aksiologi: a) nilai-nilai mempunyai peran dalam penelitian, tetapi peran
tersebut dipaksa dalam istilah ketika nilai-nilai dari bermacam-macam jenis
mempengaruhi ilmu pengetahuan, b) itu
tidak mungkin untuk menghilangkan pengaruh nilai-nilai dari sesuatu bagian
usaha penelitian, c) nilai-nilai tidak hanya membimbing/memimpin
pilihan-pilihan topik-topik penilitian dan mempengaruhi praktek penelitian tapi
juga bahwa ilmu pengetahuan melibatkan partisipasi aktif dalam pergerakan
perubahan sosial.
Bradac dan Bowers menegaskan bahwa metateori yang ada dalam ilmu komunikasi
sudah benar, sudah pada jalurnya. Oleh sebab itu, tantangan ke depan bukan lagi
pada soal bagaimana membuat metateori melainkan bagaimana terus melakukan riset danberteori
dengan memakai metateori yang sudah ada. (Bradac and Bowers, dalam Burgoon,
ed., 1982: 20-21).Dari pembahasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
tujuh pijakan tradisi yang ditawarkan
Craig sudah memadai untuk menjadi titik pijak kita dalam berteori. Melalui
ketujuh tradisi tersebut kita bisa terus melakukan berbagai riset komunikasi
dan sekaligus berteori. Lalu apa itu teori komunikasi? Secara sederhana, teori
adalah segala upaya menjelaskan atau merepresentasikan pengalaman empiris dan realitas. Maka, pada dasaranya, semua
orang dalam kehidupan sehari-hari bisa saja berteori. Namun, para ilmuwan
memakai istilah teori dengan lebih seksama yakni hasil kerja intelektual yang
melibatkan penelitian ilmiah yang tekun dan seksama.
Dengan mengembangkan pemahaman atas
berbagai teori komunikasi, kita akan mendapatkan paradigma yang membuat kita
mampu menginterpretasikan peristiwa dengan lebih mendalam, fleksibel dan
bermanfaat. Di situ akan dijumpai berbagai hal baru yang akan sangat
bermanfaat bagi kita, sekalipun objek yang kita amati adalah objek
yang sudah familiar bagi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar