Senin, 03 Agustus 2015

MASALAH PENDEFINISIAN KOMUNIKASI DAN IMPLIKASINYA


By Cosgathar


A.    Definisi Komunikasi

Istilah 'komunikasi' adalah istilah yang  sangat akrab di telinga kuta. Tapi untuk memahami komunikasi ternyata tidak semudah kita membaca atau melafalkannya. Komunikasi mengandung begitu banyak dimensi dan pemahaman yang masing-masing memberikan perfektif yang bisa saja berbeda satu sama lain. Dalam  segala tatarannya, komunikasi tidak  segampang yang diperkirakan karena di dalam  pengertian komunikasi terdapat kompleksitas gagasan dan pemahan yang berimplikasi pada teori dan metodologi.  Sama rumitnya dengan cara kita memahami manusia. Sebagai sebuah sistem dalam pengertian  luas, tubuh manusia yang disebut sebagai sekumpulan jaringan-jaringan urat syaraf yang saling berhubungan satu sama lain dan saling  tergantung satu sama lainnya.Kesemuanya tidak dapat terpisah antara satu dengan yang lainnya, bahkan bisa membatasi antara satu dengan yang lainnya. Kompleksitas hubungan antar jaringan dan sistem dalam tubuh manusia yang demikian ini sedikit menggambarkan pemaknaan atau pendefinisian komunikasi.
Mendefiniskan  komunikasi ternyata tidaklah semudah yang diperkirakan. Stephen W. Little John mengatakan: Communication is difficult to define. The word is abstract and, like most terms, posses numerous meanings (Komunikasi sulit untuk didefinisikan. Kata 'komunikasi' bersifat abstrak, seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak arti). Kesulitan utamanya adalah dalam mendefinisikan kata 'komunikasi'.  Kata kerja 'to communicate' (berkomunikasi) sudah sangat mapan sebagai kosa kata yang sangat umum dan karenanya tidak mudah ditangkap maknanya untuk keperluan ilmiah.  Dalam bahasa Indonesia maupun Bahasa Ingris, kata komunikasi adalah kata yang sangat sering atai familier digunakan dalam percakapan maupun kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebakan para ahli kesulitan untuk membangun sebuah definisi tunggal sehingga mengurangi kesalahan atau penyimpangan pemahaman.
Komunikasi sering diartikan sebagai  berbicara dengan orang lain, berita di koran, kritik sastra, diskusi ilmilah di ruang kelas, senyuman, ciuman, lambaian tangan, jeritan, sampai gaya potongan rambut dan masih banyak arti lainnya. Daftar panjang ini seperti tidak ada batasnya,  tak ada habis-habisnya. Pemaknaan yang sedemikian luas dari istilah komunikasi inilah yang potensial membingungkan kita saat mencoba mendefinisikan komunikasi. Apakah istilah komunikasi memiliki batasan arti? Bagaimana mendefinisikan komunikasi? Apakah segalanya adalah komunikasi? (Ruben dan Steward, 2006: 12; Fiske, 2004: 7).
Kalau begitu, bagaimana  sebenarnya definisi dari komunikasi? Pada tahun 1970, Frank Dance melakukan terobosan penting untuk memberikan “pagar”  terhadap  pengertian komunikasi. Ia mengklasifikasikan teori-teori komunikasi berdasarkan sifat-sifatnya. Dance mengajukan sejumlah elemen dasar yang digunakan untuk membedakan komunikasi. Ia menemukan tiga hal yang disebutnya dengan 'diferensiasi konseptual kritis' (critical conceptual differentiation) yang membentuk dimensi dasar teori komunikasi yang terdiri atas: 1) dimensi level observasi; 2) dimensi kesengajaan; dan 3) dimensi penilaian normatif.
 Pertama, diimensi level observasi (level of observation), Dance  melihat bahwa beberapa definisi mengenai komunikasi bersifat sangat luas (inclusive) sedangkan  definisi lainnya bersifat terbatas. Ia mencontohkan, definisi komunikasi yang menyatakan komunikasi adalah: the process that links discontinous parts of the living world to one another (proses yang menghubungkan bagian-bagian terputus dari dunia hidup satu sama lainnya) dinilai sebagai definisi yang terlalu umum atau luas. Sebaliknya definisi yang menyatakan, communication as the means of sending military messages, orders etc, as by telephone, telegraph, radio, couriers (komunikasi adalah alat untuk mengirim pesan militer, perintah dan sebagainya melalui telepon, telegraf, radio, kurir) sebagai definisi yang  terlalu sempit.
Kedua, dimensi  kesengajaan (intentionality).Dance melihat bahwa sebagian definisi mengenai komunikasi yang dikemukakan para ahli hanya memasukkan faktor pengiriman dan penerimaan pesan yang memiliki kesengajaan maksud tertentu (purposeful); sementara definisi lain tidak memasukkan batasan ini. Ia mencontohkan, komunikasi adalah those situations in which a source transmits a message to a receiver with conscious intent to affect the latter's behaviors (situasi dimana sumber mengirimkan pesan kepada penerima dengan sengaja untuk mempengaruhi tingkah laku penerima). Sedangkan definisi yang tidak memerlukan kesengajaan atau maksud tertentu misalnya: It is a process that makes common to two or several what was the monopoly of one or some. Jadi, sebagian definisi hanya memasukkan tindakan yang disengaja sebagai komunikasi, sebagian lagi tidak.
Ketiga, dimensi penilaian normatif(normative judgement). Sebagian definisi mengenai komunikasi memasukkan pernyataan keberhasilan atau keakuratan (accuracy) sedangkan definisi lainnya tidak memiliki penilaian implisit semacam itu. Ia mencontohkan, Communication is the verbal interchange of a thought or idea(Komunikasi adalah pertukaran verbal dari pemikiran dan gagasan). Ini merupakan asumsi Dance bahwa proses komunikasi selalu berakhir dengan kesuksesan. Hal lainnya ia mencontohkan Communication is the transmission of information (komunikasi adalah pengiriman informasi). Di sini, Dance tidak menilai hasil komunikasi itu akan berhasil atau tidak. Jadi pada dimensi penilaian normatif, Dance memasukkan satu penilaian normatif atas komunikasi. Misalnya, akurasi dan efisensi pengiriman pesan, sampai pemahaman pesan (Littlejohn, 2002: 6-7).
Frank Dance berhasil mengumpulkan 126 definisi atas komunikasi (Ruben dan Stewart, 2006 : 13). Sementara, Ruben  dan Stewart mengemukanan  karakteristik yang fundamental dari komunikasi yaitu: (1) komunikasi itu proses, (2) komunikasi itu adalah sesuatu yang esensial bagi kehidupan individu, relasi, kelompok, organisasi dan masyarakat, (3) komunikasi melibatkan tindakan merespon dan membuat pesan dan mentransformasikan pesan menjadi satu informasi yang bisa dipakai, (4) komunikasi melibatkan tindakan beradaptasi dengan manusia lain dan lingkungan.
Melalui kombinasi  empat karakteristik fundamental itu,Ruben hendak menawarkan satu definisi yang dirasa cukup memadai atas komunikasi yaitu: human communication is the process through which individuals in relationships, groups, organizations, and societes create and use information to relate to the environment and one another (komunikasi manusia adalah satu proses yang melaluinya individu dalam relasi-relasi, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan dan memakai informasi untuk berhubungan dengan lingkungan dan orang lain) (Ruben dan Stewart, 2006 : 14-17).

B.     Perilaku Komunikasi

Little John melihat terdapat berbagai maca kelompok perilaku yang bisa membantu kita dalam mendefinisikan komunikasi. Ia menyebut sembilan perilaku yang bisa dipertimbangkan dalam mendefinisikan komunikasi, antara lain: nonperceived symptomatic behaviour  yaitu pesan berupa gejala fisik yang tak disengaja –seperti menguap; yang tak diterima penerima;incidenttally perceived symptoms  yaitu pesan berupa gejala fisik tak disengaja tetapi diterima penerima walaupun diacuhkan;symptom attended to  yaitu pesan berupa gejala fisik yang tak disengaja dan diterima oleh penerima kemudian direspon,; nonperceived nonverbal messageyaitu pesan nonverbal yang dikirim dengan sengaja, tetapi tidak diterima;incidental nonverbal messageyaitu pesan yang dikirim dengan sengaja, diterima tetapi diacuhkan, nonverbal messages attended toyaitu pesan nonverbal yang dikirim dengan sengaja dan direspon;nonperceived verbal messages yaitu pesan verbal yang dikirimdengan sengaja, tetapi tidak diterima;incidental verbal message yaknipesan verbal yang dikirimkan dengan sengaja, diterima tetapi diacukan; dan verbal messages attended to yaitu pesan verbal yang dikirim dengan sengaja, diterima dan direspon dengan sengaja.
Untuk bisa menggolongkan perilaku mana saja yang termasuk komunikasi, dapat dilakukan dengan menjawab dua pertanyaan pemandu berikut ini: (1) Haruskah komunikasi dilakukan dengan sengaja? (2) Haruskah pesan komunikasi ditangkap penerima? (Littlejohn, 2002: 7-9). Michel Motley  (1990) menyatakan bahwa komunikasi adalah proses pengiriman pesan yang disengaja dan selama pesan itu dapat diterima (incidental nonverbal message, nonverbal messages attended to, incidental verbal message, dan verbal messages attended to). Pandangan  Motley ini dikenal dengan “the sender-receiver models”.
Peter Andersen (1991) menyatakan bahwa setiap perilaku yang bisa dimaknai oleh penerima harus digolongkan kedalam komunikasi tanpa memperdulikan kesengajaan pengirim (incidenttally perceived symptoms, incidental nonverbal message, incidental verbal message, symptom attended to, nonverbal messages attended to,verbal messages attended to). Pendapat Andersen ini dikenal dengan sebutan “the receiver models”.
Sedangkan Theodore  Clevenger, Jr (1991)  menyatakan sepaham dengan pendekatan Motley bahwa hanya pengiriman pesan yang disengajalah yang tergolong komunikasi. Namun demikian ia menilai bahwa kesengajaan sulit untuk diketahui sehingga ia menyarankan agar semua pengiriman baik yang disengaja maupun tidak, selama pesanyang dikirim masih diterima, dapat digolongkan sebagai komunikasi (nonperceived nonverbal message, nonperceived verbal messages, incidenttally perceived symptoms, incidental nonverbal message, incidental verbal message, symptom attended to, nonverbal messages attended to, verbal messages attended to). Pendapat Clevenger ini disebut“the communication behaviour models”.
Dari pemikiran tiga pakar tersebut, Littlejohn mensintesakanya dalam sebuah penyataan bahwa semua perilaku yang disengaja dapat digolongkan sebagai komunikasi. Tapi, ia melihat masih ada perbedaan pendapat tentang perilaku lain lagi yang mana yang dapat digolongkan sebagai komunikasi. Mempertimbangkan sedemikian luasnya komunikasi, serta sedemikian pentingnya definisi komunikasi bagi riset komunikasi, maka Littlejohn dalam hal ini kemudian bersepakat dengan Dance bahwa diperlukan lebih dari satu definisi atas komunikasi melainkan sekumpulan konsep (Littlejohn, 2002: 8-9).

C.     Types Of Scholarship
Terdapat begitu banyak teori dalam bidang komunikasi. Robert T Craig, (profesor komunikasi dari University of Colorado)  berpendapat bahwa bidang komunikasi  tidak akan tersatukan dengan menyatukan teori atau teori-teori karena teori-teori selalu merefleksikan betapa majemuknya ide-ide praktis tentang komunikasi dalam hidup sehari-hari. Maka yang dilakukan seharusnya bukan mencari satu model standar atau baku melainkan mencari satu bentuk koherensi berdasarkan pada; (1) pemahaman bersama atas persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan atau titik ketegangan antara teori-teori dan (2) suatu komitmen bersama untuk mengatur ketegangan itu lewat dialog.
Untuk memenuhi  dua persyaratan tersebut sehingga  teori komunikasi bisa menjadi satu bidang adalah dengan  metamodel (model atas model) dan metadiscourse atau wacanamengenai wacana). Sebagai premis dasar metamodel, Craig mengatakan bahwa komunikasi itu membentuk realitas. Komunikasi merupakan proses primer dimana kehidupan manusia dialami. Sedangkan untuk metadiscourse-nya, Craig menjelaskan bahwa teori komunikasi merupakan  bentuk komunikasi yang ”menjelaskan komunikasi”.
Menurut Craig, terdapat  tujuh pijakan tradisiyang bisa digunakan untuk mengkaji dan sekaligus menjadi bahan kajian terkait dengan komunikasi yaitu: Pertama, tradisi retoris yang memandang komunikasi sebagai seni keterampilan yang bisa dievaluasi dan dikembangkan. Terdapat  enam keistimewaan karakteristik yang berpengaruh pada tradisi komunikasi retorika, yaitu : (1) sebuah keyakinan yang membedakan manusia dengan hewan dalam kemampuan berbicara, (2) sebuah kepercayaan diri dalam berbicara didepan umum dalam sebuah forum demokrasi, (3) sebuah keadaan dimana seorang pembicara mencoba mempengaruhi audiens melalui pidato persuasif yang jelas, (4) pelatihan kecakapan berpidato adalah landasan dasar pendidikan kepemimpinan, (5) sebuah tekanan pada kekuasaan dan keindahan bahasa untuk merubah emosi orang dan menggerakkannya dalam aksi, dan (6) pidato persuasi adalah bidang wewenang dari laki-laki.
Kedua,tradisi semiotik yang fokus pada tanda-tanda dan simbol-simbol serta bagaimana tanda-tanda itu membangkitkan makna. Tanda adalah sesuatu yang dapat memberikan petunjuk atas sesuatu. Kata juga merupakan tanda, akan tetapi jenisnya spesial. Mereka disebut dengan simbol. Banyak teori dari tradisi semiotika yang mencoba menjelaskan dan mengurangi kesalahpahaman yang tercipta karena penggunaan simbol yang bermakna ambigu. Ambiguitas adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan dalam bahasa, dalam hal ini komunikator dapat terbawa dalam sebuah pembicaraan dalam suatu hal akan tetapi masing-masing memiliki interpretasi yang berbeda akan suatu hal yang sedang dibicarakan tersebut. Tradisi ini memperhatikan bagaimana tanda memediasi makna dan bagaimana penggunaan tanda tersebut untuk menghindari kesalahpahaman, daripada bagaimana cara membuat tanda tersebut.
Ketiga,Tradisi fenomenologis yang berkonsentrasi pada pengalaman personal sehingga memandang komunikasi sebagai pertukaran pengalaman personal melalui dialog.Tradisi fenomenologi menekankan pada persepsi orang dan interpretasi setiap orang secara subjektif tentang pengalamannya. Para fenomenologist menganggap bahwa cerita pribadi setiap orang adalah lebih penting dan lebih berwenang daripada beberapa hipotesis penelitian atau aksioma komunikasi. Akan tetapi kemudian timbul masalah dimana tidak ada dua orang yang memiliki kisah hidup yang sama.
Keempat,tradisi sibernetik yang memandang komunikasi sebagai pemprosesan informasi. Tradisi sibernetika memandang komunikasi sebagai mata rantai untuk menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dalam suatu sistem. sibernetika mencari jawaban atas pertanyaan “How can we get the bugs out of this system?”
Ide komunikasi untuk memproses informasi dikuatkan oleh Claude Shannon dengan penelitiannya pada perusahaan Bell Telephone Company. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa informasi hilang pada setiap tahapan yang dilalui dalam proses penyampain pesan kepada penerima pesan. Sehingga pesan yang diterima berbeda dari apa yang dikirim pada awalnya. Bagi Shannon, informasi adalah sarana untuk mengurangi ketidakpastian. Tujuan dari teori informasi adalah untuk memksimalkan jumlah informasi yang ditampung oleh suatu sitem. Dalam hal ini, gangguan (noise) mengurangi jumlah kapasitas informasi yang dapat dimuat dalam suatu sistem.Shannonmendeskripsikan hubungan antara informasi, gangguan (noise) dan kapasitas sistem dengan persamaan sederhana, yaitu : kapasitas sistem = informasi + gangguan (noise).
Kelima,tradisi sosiopsikologis yang berkonsentrasi pada aspek-aspek komunikasi seperti ekpresi, interaksi dan pengaruh.  Tradisi sosio-psikologi merupakan contoh dari perspektif ilmiah atau objektif. Dalam tradisi ini, kebenaran komunikasi dapat ditemukan dengan dapat ditemukan dengan teliti – penelitian yang sistematis. Tradisi ini melihat hubungan sebab dan akibat dalam memprediksi berhasil tidaknya perilaku komunikasi. Carl Hovland dari Universitas Yale meletakkan dasar-dasar dari hal data empiris yang mengenai hubungan antara rangsangan komunikasi, kecenderungan audiens dan perubahan pemikiran dan untuk menyediakan sebuah kerangka awal untuk mendasari teori. Tradisi sosio-psikologi adalah jalan untuk menjawab pertanyaan “What can I do to get them change?”
Keenam,tradisi sosiokultural yang menjadikan tatanan sosial sebagai fokus mereka dan memandang komunikasi sebagai perekat masyarakat. Tradisi sosio-kultural berdasar pada premis orang berbicara, mereka membuat dan menghasilkan kebudayaan. Kebanyakan dari kita berasumsi bahwa kata adalah refleksi atas apa yang benar ada. Cara pandang kita sangat kuatdibentuk oleh bahasa (language) yang kita gunakan sejak balita.
Kita sudah mengetahui bahwa tradisi semiotika kebanyakan kata tidak memiliki kepentingan atau keterikatan logis dengan ide yang mereka representasikan. Paraahli bahasa dalam tradisi sosio-kultural menyatakan bahwa para pengguna bahasa mendiami dunia yang berbeda. Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorfdari University of Chicago adalah pelopor tradisi sosio-kultural. Dalam hipotesis penelitian mereka, linguistik adalah bagian dari struktur bentuk bahasa budaya yang berdasarkan apa yang orang pikirkan dan lakukan. Dunia nyata terlalu luas dan secara tidak sadar terbentuk pada bahasa kebiasaan (habits) dari kelompok. Teori linguistik ini berlawanan dengan asumsi bahwa semua bahasa itu sama dan kata hanya sarana netral untuk membawa makna. Bahasa sebenarnya adalah struktur dari persepsi kita akan realitas. Teori dalam tradisi ini mengklaim bahwa komunikasi adalah hasil produksi, memelihara, memperbaiki dan perubahan dari realitas. Dalam hal ini, tradisi sosio-kultural menawarkan membantu dalam menjembatani jurang pemisah budaya antara “kita” dan “mereka”.
Ketujuh, tradisi kritis yang cenderung memandangkomunikasi sebagai pengaturan sosial dari kekuasaan dan penindasan yang merespon persoalan-persoalan ideologi, kekuasaan, dan dominasi. Tradisi kritis muncul di Frankfurt School Jerman, yang sangat terpengaruh dengan Karl marx dalam mengkritisi masyarakat. Dalam penelitian yang dilakukan Frankfurt School, dilakukan analisa pada ketidaksesuaian antara nilai-nilai kebebasan dalam masyarakat liberal dengan persamaan hak seorang pemimpin menyatakan dirinya dan memperhatikan ketidakadilan serta penyalahgunaan wewenang yang membuat nilai-nilai tersebut hanya menjadi isapan jempol belaka. Kritik ini sangat tidak mentolelir adanya pembicaraan negatif atau akhir yang pesimistis.
Teori-teori dalam tradisi kritis secara konsisten menentang tiga keistimewaan dari masyarakat sekarang, yaitu: (1) mengendalikan bahasa untuk mengabadikan ketidakseimbangan wewenang atau kekuasaan, (2) peran media dalam mengurangi kepekaan terhadap penindasan, dan (3) mengaburkan kepercayaan pada metode ilmiah dan penerimaan atas penemuan data empiris yang tanpa kritik. (Littlejohn, 2002: 12-14)

D.    Metateori Sebagai Sebuah Analisa

Metateori  dalam sebuah analisa pada hakekatnya adalah mengajukan sejumlah pertanyaan menyangkut sebuah teori, yakni apa yang dibahas, bagaimana pengamatan dilakukan dan bagaimana suatu teori terbentuk. Dengan kata lain, metateori adalah teori dari sebuah teori.  Metateori, sebagai istilah menyatakan secara tidak langsung, teori tentang teori. Itu adalah, perbandingan metateoritis melibatkan komitmen-komitmen filosofis pada isu-isu seperti aspek apa dari dunia sosial yang dapat dan harus kita teorikan, bagaimana peneorian harus diproses, apa yang harus kita hitung sebagai pengetahuan tentang dunia sosial, dan bagaimana teori harus digunakan untuk membimbing tindakan sosial.
 Metateori mendeskripsikan dan menjelaskan persamaan-persamaan serta perbedaan-perbedaan yang ada diantara teori-teori dengan memakai tiga tema besar yaitu:pertama, epistemologi yang membahas tentang pengetahuan yang benar dan cara mendapatkannya.Studi epistemologi dengan filsafat meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang penciptaan dan pertumbuhan dari pengetahuan. Fondasi-fondasi epistomologis meliputi sebuah ide teoretis tentang apa pengetahuan dan bagaimana pengetahuan dapat disusun dalam dunia sosial. Menurut objektivis, pengetahuan harus terdiri dari pernyataan kausal tentang dunia sosial dan harus dihasilkan melalui usaha dari sebuah komunitas ilmuwan menggunakan metode-metode ilmiah yang ditetapkan.
Sedangkan menurut subjektivis, pengetahuan disituasikan dengan keadaan lokal dan dengan demikian harus diperoleh melalui pengalaman atau melalui interaksi yang dikembangkan dengan orang-orang yang mengerti.
Kedua,ontologi (tentang eksistensi). Studi ontologi dengan filsafat meliputi penyelidikan-penyelidikan menuju hakikat keberadaan. Dalam diskusi-diskusi dengan penelitian sosial, pertanyaan-pertanyaan dari ontologi meliputi isu-isu seperti “Apa hakikat dari realitas?” dan “Apa hakikat dari hal yang dapat diketahui?” Dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan dari ontologi mencari hakikat dari fenomena yang kita cari dalam ilmu pengetahuan dan apa yang kita teorikan.
Sebuah isu metateoritis sentral adalah satu pendirian ontologi diambil dengan memperhatikan dunia sosial. Sebuah ontologi teoris sosial bisa menjadi realistis dengan memposisikan sebuah realitas yang sukar dan solid dari objek-objek ilmu alam dan sosial. Atau sebuah pendirian teoris bisa menjadi nominalist dalam mengusulkan bahwa realitas entitas sosial hanya dalam nama dan label yang kita sediakan untuk mereka. Atau sebuah pendirian teoris bisa menjadi konstruksi sosial dalam menekankan jalan-jalan/cara-cara dalam pengertian-pengertian/arti-arti sosial diciptakan melalui interaksi historis dan kontemporer dan tata cara dalam  pengkonstruksian sosial memungkinkan dan memaksa kelakuan kita yang selanjutnya.
Danketiga, aksiologi (tentang nilai-nilai).Axiologi yakni cabang filsafat yang mengkaji tentang nilai. Ada tiga posisi pada aksiologi: a) nilai-nilai mempunyai peran dalam penelitian, tetapi peran tersebut dipaksa dalam istilah ketika nilai-nilai dari bermacam-macam jenis mempengaruhi ilmu pengetahuan,  b) itu tidak mungkin untuk menghilangkan pengaruh nilai-nilai dari sesuatu bagian usaha penelitian, c) nilai-nilai tidak hanya membimbing/memimpin pilihan-pilihan topik-topik penilitian dan mempengaruhi praktek penelitian tapi juga bahwa ilmu pengetahuan melibatkan partisipasi aktif dalam pergerakan perubahan sosial.
 Bradac dan Bowers menegaskan  bahwa metateori yang ada dalam ilmu komunikasi sudah benar, sudah pada jalurnya. Oleh sebab itu, tantangan ke depan bukan lagi pada soal bagaimana membuat metateori melainkan  bagaimana terus melakukan riset danberteori dengan memakai metateori yang sudah ada. (Bradac and Bowers, dalam Burgoon, ed., 1982: 20-21).Dari pembahasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa tujuh pijakan tradisi  yang ditawarkan Craig sudah memadai untuk menjadi titik pijak kita dalam berteori. Melalui ketujuh tradisi tersebut kita bisa terus melakukan berbagai riset komunikasi dan sekaligus berteori. Lalu apa itu teori komunikasi? Secara sederhana, teori adalah segala upaya menjelaskan atau merepresentasikan pengalaman empiris  dan realitas. Maka, pada dasaranya, semua orang dalam kehidupan sehari-hari bisa saja berteori. Namun, para ilmuwan memakai istilah teori dengan lebih seksama yakni hasil kerja intelektual yang melibatkan penelitian ilmiah yang tekun dan seksama.

Dengan mengembangkan pemahaman atas berbagai teori komunikasi, kita akan mendapatkan paradigma yang membuat kita mampu menginterpretasikan peristiwa dengan lebih mendalam, fleksibel dan bermanfaat. Di situ akan dijumpai berbagai hal baru yang akan sangat bermanfaat  bagi kita,  sekalipun objek yang kita amati adalah objek yang sudah familiar bagi kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar